Selasa, 06 Januari 2009

Menghindari Krisis Ekonomi Global

Dunia dilanda kepanikan setelah terjadi krisis ekonomi di Amerika Serikat (AS). Penyebab kejatuhan ekonomi AS adalah mudahnya perbankan AS memberikan kredit perumahan kepada setiap orang yang memohon kredit tanpa melakukan survey kelayakan terlebih dahulu kepada calon penerima kredit. Ketika penerima kredit tidak sanggup menyelesaikan kewajibannya untuk membayar kredit beserta bunganya, bank pun kebingungan untuk mengembalikan dana yang sudah terlanjur diberikan kepada penerima kredit. Akibatnya, bank pun kebingungan dalam mengatur arus kas mereka sehingga mereka terpaksa meminta bantuan kepada pemerintah AS untuk menyelamatkan keuangan mereka.

Krisis keuangan di AS berimbas ke seluruh dunia sehingga dunia terancam mengalami resesi keuangan. Di Eropa banyak bank yang tutup karena keuangan mereka tidak stabil akibat ketidakpercayaan investor yang menanamkan modal sehingga mereka menarik investasi yang sudah ditanamkan kepada bank tersebut. Di Indonesia, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sempat ditutup selama 2 hari karena nilai perdagangan saham terus turun karena banyaknya investor yang melepas saham. Beberapa bank di Indonesia bahkan juga sempat diterpa isu akan adanya rush yang dilakukan oleh nasabah seperti yang pernah terjadi ketika krisis moneter pada tahun 1997-1998 yang lalu.

Mengetahui kondisi perekonomian global yang tidak menentu, Pemerintah Indonesia berusaha mengatasi permasalahan tersebut agar Indonesia tidak ikut terkena imbas krisis ekonomi global. Pemerintah melalui Menteri Keuangan mengambil beberapa langkah strategis agar investor di Indonesia tetap percaya bahwa kondisi perekonomian Indonesia dapat bertahan dari krisis ekonomi global. Langkah-langkah tersebut di antaranya adalah memberikan bantuan kepada bank-bank pemerintah agar kondisi keuangan mereka tetap stabil, memerintahkan Bank Indonesia untuk mengawasi dengan ketat lalu lintas kegiatan moneter di Indonesia serta mengefisienkan arus belanja negara sehingga masih terdapat banyak dana yang akan digunakan untuk mensubsidi rakyat jika kondisi perekonomian global terus memburuk.

Belajar dari pengalaman krisis ekonomi yang pernah terjadi di Indonesia, kini pemerintah lebih siap dalam menghadapi krisis ekonomi global. Hal ini ditunjukkan dari kesigapan pemerintah dalam menangani dampak krisis ekonomi global yang perlahan-lahan berimbas ke Indonesia. Pemerintah segera menutup perdagangan bursa saham ketika investor beramai-ramai mengambil modal yang mereka tanamkan. Pemerintah menyadari jika perdagangan saham di Indonesia tidak segera ditutup, maka nilai saham perusahaan-perusahaan di Indonesia menjadi turun yang berakibat pada bertambahnya angka pengangguran di Indonesia karena perusahaan-perusahaan tersebut tidak mempunyai pilihan lain untuk menjaga keseimbangan keuangan mereka selain merampingkan perusahaan. Di samping itu, langkah pemerintah ini juga tergolong berani karena mengandung resiko yang tidak kecil, yakni jika perdagangan di lantai bursa terlalu lama ditutup, kepercayaan investor akan kondisi perekonomian di Indonesia akan perlahan-lahan memudar yang ditandai dengan banyaknya investor yang tidak mau menanamkan kembali modalnya di Indonesia. Pemerintah pun menyadari keputusan ini juga beresiko maka pemerintah memutuskan membuka kembali perdagangan di lantai bursa setelah 2 hari ditutup.

Langkah-langkah yang diambil pemerintah ini perlu mendapat dukungan dari semua pihak. Investor, pemilik perusahaan, karyawan, dan semua pihak yang berkepentingan menjaga kestabilan ekonomi di Indonesia perlu bersama-sama berupaya mendukung upaya pemerintah agar krisis ekonomi global tidak terjadi juga di Indonesia. Dukungan dari semua pihak mempercepat kinerja pemulihan ekonomi yang dilakukan pemerintah sehingga Indonesia dapat bangkit dan terhindar dari krisis ekonomi global seraya berharap agar krisis ekonomi global segera berlalu.

Mahasiswa di tengah Era Konsumerisme

Perkembangan dunia yang semakin pesat membawa sebuah kebudayaan baru bernama kebudayaan konsumerisme atau yang akrab disebut dengan budaya konsumtif. Budaya ini secara ringkas bermakna dalam membeli dan menggunakan suatu produk, seseorang tidak menggunakan akal pikirannya secara sehat sehingga mereka tetap memakai atau membeli barang tersebut meskipun barang tersebut tidak termasuk barang kebutuhan pokok. Biasanya seseorang yang menjadi konsumtif tidak memikirkan efek dan konsekuensi yang timbul ketika mereka mengambil keputusan untuk membeli barang tersebut. Dalam beberapa kasus dewasa ini, banyak rumah tangga yang pengeluarannya lebih besar daripada pendapatannya karena tergiur untuk menggunakan berbagai macam barang yang tidak perlu dan tidak menjadi kebutuhan pokok mereka.

Budaya konsumtif lambat laun menyerang dan menginfeksi mahasiswa yang notabene merupakan remaja yang beranjak dewasa dan sedang mencari identitas diri. Perkembangan budaya serba instan dan konsumtif yang dapat diakses melalui berbagai media, seperti internet, majalah, televisi, radio, dan surat kabar menjadikan budaya ini dapat menyebar dengan cepat di kalangan mahasiswa. Banyaknya kafe, mall, distro, FO (Factory Outlet), dan diskotik menjadi pertanda bahwa konsumerisme menjadi suatu identitas yang melekat di mahasiswa karena sebagian besar pengunjung tempat-tempat tersebut adalah mahasiswa. Hal yang terjadi adalah mahasiswa kehilangan banyak waktu untuk belajar dan mengasah daya analis mereka di bangku perkuliahan karena mengikuti trend mode yang sedang populer di kalangan mahasiswa. Banyak mahasiswa yang tidak dapat mengikuti kegiatan perkuliahan karena semalaman begadang di kafe atau pergi ke mall hanya karena dalih bosan kuliah dan ingin mencari suasana baru.

Kenyataan ini sungguh ironis mengingat mahasiswa merupakan generasi penerus bangsa dan di pundak mahasiswalah harapan semua orang bertumpu. Mahasiswa yang terpengaruh budaya konsumtif dan sulit melepaskan diri dari pengaruh teman-temannya yang sama-sama berperilaku konsumerisme perlahan-lahan akan kehilangan daya pikir, logika, nalar, dan analisisnya. Akibatnya adalah kita terancam kehilangan generasi penerus yang pandai, idealis, kritis, dan dapat memberi solusi atas permasalahan yang timbul. Dalam lingkup yang lebih luas negara kita terancam kehilangan pemimpin yang dapat diandalkan untuk memimpin bangsa yang pada akhirnya dapat mengakibatkan negara kita akan mudah dikuasai oleh negara lain.

Untuk mengantisipasi pengaruh negatif budaya konsumtif bagi mahasiswa perlu diadakan sosialisasi tentang perlunya kearifan dalam memilih barang agar tidak terjebak dalam konsumerisme dan menanamkan pola hidup sederhana dalam kehidupan sehari-hari. Dalam memilih barang mahasiswa perlu membuat skala prioritas dalam berbelanja sehingga dapat membedakan barang apa yang benar-benar diperlukan dan barang-barang yang diinginkan namun tidak diperlukan. Penerapan pola hidup sederhana dalam kegiatan sehari-hari juga diperlukan untuk mengatur keuangan mahasiswa agar pendapatan yang biasanya berasal dari orang tua tidaklah lebih kecil daripada pengeluaran. Selain itu, ada lagi hal penting yang tidak bisa dilupakan, yaitu adanya kedewasaan dalam berpikir sehingga mahasiswa dapat membentengi diri dari pola hidup konsumerisme.

Idealisme Jurnalis

Dalam menulis sebuah berita, seorang jurnalis dituntut untuk obyektif, jujur, dan tidak memihak. Namun, sering kali seorang jurnalis melupakan idealisme dalam mencari dan menyusun sebuah berita. Banyak jurnalis beralasan idealisme dalam menulis sering kali mereka tinggalkan karena tuntutan redaktur mereka yang menuntut mereka untuk menulis sebuah berita yang laku di pasaran sehingga dapat meningkatkan oplah surar kabar mereka. Pandangan keliru ini ternyata sudah lama terjadi di Indonesia dan menjadi kebiasaan yang salah kaprah dan jamak dilakukan setiap jurnalis.
Idealisme dalam menulis suatu berita bagi jurnalis merupakan sebuah dilema. Di satu sisi mereka ingin menulis suatu berita yang bermutu dan memberikan wawasan bagi pembacanya, namun di sisi lain karena tuntutan oplah dan pamor surat kabar, jurnalis “dipaksa” untuk meninggalkan idealism mereka. Hal yang terjadi adalah sering kali kita temui dalam menulis suatu berita banyak jurnalis menulis sebuah kejadian yang seharusnya tidak layak untuk diangkat menjadi berita, namun karena pasar menghendaki berita yang seperti ini, mereka dengan enggan menulis berita ini. Berita-berita semacam inilah yang bukannya mencerdaskan dan membuka wawasan pembaca, namun justru menghilangkan esensi yang seharusnya didapat jika kita membaca sebuah berita.
Jurnalis-jurnalis yang tetap setia dengan pikiran idealis mereka kemudian menerbitkan sendiri tulisan-tulisan mereka dalam jurnal-jurnal atau blog. Mereka merasa tidak mendapat tempat yang layak untuk menuangkan idealisme mereka dalam menulis berita jika mereka tetap menulis berita yang sebenarnya tidak mereka kehendaki. Beberapa jurnalis bahkan sering kali berfilsafat dalam menulis artikel mereka dalam jurnal-jurnal atau blog. Bagi mereka, filsafat dan idealisme adalah suatu hal yang tidak jauh berbeda meskipun dalam makna yang sebenarnya, kedua hal tersebut sungguh-sungguh berbeda. Mereka seakan-akan belum nyaman jika dalam menulis artikel belum menambahkan pemikiran-pemikiran para filsuf dunia yang terkenal.
Filsafat bagi jurnalis sesungguhnya bukan hal yang asing bagi mereka. Banyak jurnalis-jurnalis yang dalam menulis artikel mereka sering kali mencuplik pemikiran-pemikiran para filsuf terkenal dalam menulis berita. Sering kali pembaca awam yang tidak menyukai filsafat menjadi tahu dan paham filsafat jika membaca artikel-artikel jurnalis yang dalam menuangkan tulisannya sering kali berfilsafat. Dalam menulis mereka tidak langsung memasukkan unsur-unsur filsafat dalam tulisan mereka, namun mereka menuangkannya dalam kenyataan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Jurnalis-jurnalis seperti inilah yang dewasa ini jarang sekali kita temui dalam membaca sebuah berita.
Filsafat dalam jurnalisme bagi media dewasa ini bukanlah suatu hal yang asing lagi. Dalam penulisan sebuah berita biasanya jurnalis-jurnalis yang idealis selalu berfilsafat dalam menulis artikel. Bagi mereka pemikiran-pemikiran para filsuf ini layak untuk diketahui oleh masyarakat luas sehingga tidak terlintas lagi dalam pikiran masyarakat bahwa filsafat merupakan hal yang berat untuk diketahui dan dipelajari serta diaplikasikan dalam kegiatan sehari-hari. Saat ini bukanlah hal yang tabu bagi para jurnalis untuk memasukkan filsafat dalam penulisan berita. Bahkan, jurnalis-jurnalis yang tetap berpendirian teguh pada idealisme mereka dan berfilsafat dalam menulis artikel selalu ditunggu-tunggu artikelnya oleh para pembaca setia artikelnya. Semoga saja idealisme jurnalis-jurnalis ini membuka pemikiran para redaktur yang masih saja mengedepankan oplah dalam pemberitaan ketimbang idealisme dalam penulisan jurnalis sehingga banyak ditemui jurnalis-jurnalis idealis yang berfilsafat dalam menulis dan membuka wawasan para pembacanya.

Indahnya Kebersamaan Keluarga

Keluarga yang indah dan harmonis adalah dambaan seluruh orang dan juga dihormati semua orang. Begitu juga dengan aku. Aku lahir dan dibesarkan di keluarga yang harmonis. Selama aku tinggal bersama keluargaku, kedua orang tuaku selalu menanamkan nilai-nilai luhur, budi pekerti, dan kebersamaan dalam keluarga Indahnya kebersamaan selalu kurasakan sampai saat ini.

Sewaktu aku kecil, orang tuaku mengajarkan tentang pentingnya hidup selalu bersama dalam satu ikatan bernama keluarga. Sampai sekarang aku merasakan betapa pentingnya nilai kebersamaan yang diajarkan oleh kedua orang tuaku. Aku dapat mengimplementasikan nilai-nilai tersebut dalam kehidupanku sampai aku kuliah dan tinggal jauh dari orang tua.

Nilai-nilai kebersamaan keluarga sangat penting terutama ketika dihadapkan pada persoalan-persoalan yang terjadi pada masyarakat dewasa ini. Banyak keluarga yang menjadi kurang harmonis karena kurangnya nilai kebersamaan dalam keluarga. Mereka kesulitan untuk menjaga keutuhan dan keharmonisan keluarga karena kurangnya interaksi antar anggota keluarga. Masing-masing orang dalam keluarga tersebut terlalu sibuk dengan urusan dirinya masing-masing dan sering mengesampingkan interaksi dengan anggota keluarganya sendiri. Masing-masing orang dalam keluarga tersebut tidak sadar bahwa cepat atau lambat keutuhan dan keharmonisan keluarga dapat terganggu bahkan keluarga tersebut dapat terpecah belah dan hancur berantakan.

Untuk mencegah terjadinya konflik tersebut, seharusnya para orang tua sering memberikan pendidikan tentang indahnya kebersamaan keluarga kepada anak-anaknya sedari ini. Hal ini perlu dilakukan sedari dini karena jika anak semakin bertambah umur, semakin rumit dan kompleks pula pendidikan yang perlu diberikan kepada anak-anaknya karena anak-anaknya mungkin saja mendapat pendidikan dan meneladan tingkah laku yang negatif dari orang lain karena kurangnya informasi dan perhatian dari orang tuanya.

Kebersamaan dalam keluarga sangatlah penting supaya ikatan antar anggota keluarga dapat terjalin erat sampai maut memisahkan masing-masing. Keluarga yang selalu bersama dan harmonis juga menjadi teladan bagi keluarga-keluarga di sekitarnya. Keluarga inilah yang menjadi keluarga ideal yang sangat diperlukan pada saat ini karena semakin meningkatnya angka keluarga yang tidak harmonis di dalam masyarakat dewasa ini.

Sabtu, 03 Januari 2009

Loyalitas Pegawai Pelayanan Kuliah

Pagi itu terjadi sedikit keributan di ruang 1A. Dosen yang sedang memberikan kuliah mengeluh kepada mahasiswanya mengapa ketika dirinya mengajar selalu saja spidol yang dipakainya kehabisan tinta. Tak lama kemudian ketua kelas pergi ke kantor pelayanan kuliah Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIPOL) Universitas Gadjah Mada (UGM) untuk mengambil spidol yang dibutuhkan oleh dosen kelasnya. Itulah sekelumit tugas yang dijalani oleh Kamiran.(36), petugas pelayanan kuliah di FISIPOL UGM. Selain menyiapkan spidol, pria berputra satu ini juga menyalakan air conditioner (AC) setiap ruang kelas, menyalakan komputer, lampu, Liquid Crystal Display (LCD), memberikan air minum dalam kemasan kepada setiap dosen yang mengajar, dan mencatat serta mengumumkan perubahan jadwal kuliah yang dilakukan oleh dosen. Tugas-tugas demikian menuntut pria yang berdomisili di Piyungan ini untuk hadir pukul 06.30 pagi sampai pukul 17.00 sore bahkan terkadang sampai pukul 18.00 sore jika kegiatan perkuliahan ada yang belum berakhir.
Kesetiaan dan loyalitasnya kepada FISIPOL tidak membuat Kamiran tinggi hati. Pria yang bertempat tinggal di Piyungan ini tetap rendah hati dan selalu menolong siapa saja dengan ramah ketika tenaganya dibutuhkan. Ketika ada salah satu peralatan penunjang kegiatan perkuliahan yang rusak, pria yang sudah bekerja selama 15 tahun ini akan mengganti peralatan yang rusak dengan peralatan yang berfungsi dengan baik meskipun Kamiran harus membawanya dari ruang lain. Bahkan tatkala AC dalam ruang kelas tidak cukup membantu mengusir gerah, ia kerap menerima keluhan dari mahasiswa yang merasa membayar mahal namun tidak mendapatkan pelayanan yang seimbang. “AC terutama di ruang 3 dan ruang 4 gak bisa dihidupin semua karena kalau dihidupkan semua AC justru mati soalnya kabelnya gak muat menyalurkan daya listriknya. Untuk ganti instalasi kabelnya dibutuhkan dana 2 milyar,” ungkapnya serius. Besarnya dana yang dibutuhkan untuk membuat ruang kelas nyaman untuk melakukan aktivitas belajar mengajar membuat pria asli Yogya ini terpaksa hanya menyalakan 2 pendingin ruangan dari 4 pendingin ruangan yang tersedia dalam ruang 3 dan ruang 4 supaya listrik tidak mati dan justru membuat aktivitas perkuliahan di seluruh Fisipol terganggu. Faktor teknis seperti inilah yang membuat beban tugasnya bertambah bahkan tak jarang pria paruh baya ini harus rela bekerja sampai larut malam untuk menyiapkan peralatan agar kegiatan perkuliahan esok hari dapat berjalan dengan lancar.
Tugas dan kewajibannya sebagai petugas pelayanan kuliah sering menyita waktu Kamiran untuk dapat berkumpul dengan keluarga dan melakoni perannya sebagai bapak bagi putranya yang baru berusia 5 tahun. “Gak ada waktu buat keluarga, kalau pagi setelah bangun langsung sholat terus siap-siap buat pergi ke kantor. Paling hanya hari Minggu tok ada waktu sama anak soalnya kadang-kadang hari Sabtu ada dosen yang ngasih kuliah tambahan jadi harus siap di kantor,” tutur Kamiran. Kesibukannya akan semakin bertambah manakala minggu tenang mendekati Ujian Akhir Semester (UAS) karena para dosen biasanya mengadakan kuliah tambahan sebagai pengganti kuliah yang dahulu pernah kosong karena ketiadaan dosen.
Beban pekerjaan yang dilakoni Kamiran menjadi ringan karena kehadiran dan kekompakan rekan-rekan kerjanya yang bahu membahu menyelesaikan tugasnya sehingga tugas yang berat karena dipikul bersama-sama menjadi ringan. Teman-temannya bahkan dianggap seperti keluarga sendiri karena merasa senasib sepenanggungan. Suka duka sebagai petugas pelayanan kuliah menjadi bagian dalam hidup pria yang mulai bekerja di Fisipol pada tahun 1993. Ucapan terima kasih dari dosen dan mahasiswa yang terbantu dengan peranannya smenjadi pelipur lara tersendiri di tengah keterbatasan waktu yang dimilikinya untuk dapat meluangkan waktu berkumpul dan beraktivitas bersama dengan keluarga apalagi untuk membahagiakan putranya yang masih kecil. Bahkan tak jarang ketika Hari Raya Idul Fitri, pria yang berbadan tinggi ini mendapatkan bingkisan dari dosen atau mahasiswa yang peduli dan mau berbagi kebahagiaan dengannya. Relasi yang terbangun antara dosen dan mahasiswa dengan dirinya membuat ia merasa yakin dan bangga dengan pilihan pekerjaan yang ditekuninya dan memberikan penghidupan bagi keluarganya.
Dedikasi, pengorbanan, dan kerendahan hati Kamiran layak mendapatkan apresiasi dari segenap civitas akademika Fisipol. Pria berkulit sawo matang ini sehari-hari luput dari perhatian banyak dosen dan mahasiswa Fisipol ini karena selalu mengerjakan tugasnya sebelum kuliah dimulai dan setelah kegiatan perkuliahan di seluruh FISIPOL berakhir. Kehadiran dan peranannya yang begitu besar membuat kegiatan perkuliahan dapat terlaksana dengan baik. Peran petugas pelayanan kuliah seharusnya tidak mudah untuk dilupakan begitu saja karena merupakan salah satu bagian penting selain tentu saja kehadiran dosen dan mahasiswa, serta kesiapan alat-alat penunjang kuliah.

Finding Forrester

Sutradara : Gus Van Sant

Penulis Naskah : Mike Rich

Pemain : Sean Connery

Rob Brown

F. Murray Abraham

Anna Paquin

Genre : Drama

Tanggal Rilis : 19 Desember 2000

Persahabatan tidak mengenal warna kulit, usia, dan golongan. Film yang diproduksi pada tahun 2000 ini bertutur indahnya persahabatan yang tidak memandang perbedaan. New York, Amerika Serikat yang menjadi latar belakang tempat film ini menjadi tempat yang menarik untuk diperbincangkan terlebih di Bronx, tempat kedua tokoh utama dalam film ini tinggal. Bronx merupakan tempat berkumpulnya berbagai macam ras, suku, dan agama karena banyak imigran yang tinggal di kawasan itu untuk mencari nafkah di kota yang dijuluki Big Apple itu. Jauhnya jarak yang memisahkan antara kulit putih dengan kulit hitam menjadikan film ini menjembatani perbedaan itu dengan menggambarkan perbedaan bukan menjadi penghalang untuk menjalin persahabatan dengan orang lain melalui dunia literer.

Sutradara Gus Van Sart dengan baik menceritakan indahnya ikatan ini dalam bentuk guru yang mengajari muridnya. William Forrester (Sean Connery), seorang penulis novel yang mendapatkan hadiah Pullitzer pada tahun 1954 hidup mengasingkan diri di apartemennya karena tragedi masa lalu yang membuatnya trauma untuk berhubungan dengan dunia luar. Hidupnya berubah menjadi lebih terbuka tatkala bertemu dengan Jamal Wallace (Rob Brown), pemain basket yang mendapatkan beasiswa untuk bersekolah di Mailor Callow, sekolah swasta kenamaan di New York. Jamal memiliki bakat terpendam yang sama dengan bakat William, yakni menulis.

Pertemuan Jamal dengan William awalnya berjalan tidak mulus karena Jamal menganggap William orang terasing yang hanya mengandalkan orang yang bekerja sebagai pengantar surat maupun makanan untuk dapat berhubungan dengan dunia luar. Ketegangan yang terjadi di antara keduanya lambat laun mulai mencair ketika Jamal mengetahui orang yang selama ini dianggapnya aneh merupakan William Forrester penulis novel Avalon Landing, buku yang harus dibaca oleh Jamal. Hubungan keduanya mulai membaik setelah peristiwa itu dan ditandai dengan kesediaan William untuk membimbing Jamal menulis dengan baik dan benar.

Film yang ditulis oleh Mike Rich ini menampilkan kematangan Sean Connery dalam berakting. Ekspresi wajahnya dan sikapnya ketika melakoni peran yang diberikan kepadanya menunjukkan pengalaman dan totalitas yang dilakukannya meskipun peran yang diberikan kepada pria Skotlandia ini selalu berbeda dari film yang satu ke film yang lainnya. Apresiasi patut diberikan kepada Rob Brown yang dapat menandingi akting seniornya itu. Keseriusan pendatang baru ini dalam berakting ini terlihat ketika berdialog dengan Sean Connery. Kesempurnaan film ini sedikit ternoda oleh beberapa adegan yang menganggu. Adegan Jamal yang memperoleh tiket menonton baseball jika dihilangkan tidak menganggu jalannya film ini. Selain itu, film ini juga tidak menjelaskan bagaimana awalnya Jamal suka menulis dan apa alasannya menyenangi kegiatan yang berbeda jauh dengan kegiatan favoritnya, yakni basket. Terlepas dari semua hal yang cukup menganggu itu, film ini sangat baik untuk ditonton oleh penulis pemula yang baru belajar untuk menjadi seorang penulis profesional karena di film ini dipaparkan pengetahuan cara menulis dengan baik dan benar.