Selasa, 06 Januari 2009

Idealisme Jurnalis

Dalam menulis sebuah berita, seorang jurnalis dituntut untuk obyektif, jujur, dan tidak memihak. Namun, sering kali seorang jurnalis melupakan idealisme dalam mencari dan menyusun sebuah berita. Banyak jurnalis beralasan idealisme dalam menulis sering kali mereka tinggalkan karena tuntutan redaktur mereka yang menuntut mereka untuk menulis sebuah berita yang laku di pasaran sehingga dapat meningkatkan oplah surar kabar mereka. Pandangan keliru ini ternyata sudah lama terjadi di Indonesia dan menjadi kebiasaan yang salah kaprah dan jamak dilakukan setiap jurnalis.
Idealisme dalam menulis suatu berita bagi jurnalis merupakan sebuah dilema. Di satu sisi mereka ingin menulis suatu berita yang bermutu dan memberikan wawasan bagi pembacanya, namun di sisi lain karena tuntutan oplah dan pamor surat kabar, jurnalis “dipaksa” untuk meninggalkan idealism mereka. Hal yang terjadi adalah sering kali kita temui dalam menulis suatu berita banyak jurnalis menulis sebuah kejadian yang seharusnya tidak layak untuk diangkat menjadi berita, namun karena pasar menghendaki berita yang seperti ini, mereka dengan enggan menulis berita ini. Berita-berita semacam inilah yang bukannya mencerdaskan dan membuka wawasan pembaca, namun justru menghilangkan esensi yang seharusnya didapat jika kita membaca sebuah berita.
Jurnalis-jurnalis yang tetap setia dengan pikiran idealis mereka kemudian menerbitkan sendiri tulisan-tulisan mereka dalam jurnal-jurnal atau blog. Mereka merasa tidak mendapat tempat yang layak untuk menuangkan idealisme mereka dalam menulis berita jika mereka tetap menulis berita yang sebenarnya tidak mereka kehendaki. Beberapa jurnalis bahkan sering kali berfilsafat dalam menulis artikel mereka dalam jurnal-jurnal atau blog. Bagi mereka, filsafat dan idealisme adalah suatu hal yang tidak jauh berbeda meskipun dalam makna yang sebenarnya, kedua hal tersebut sungguh-sungguh berbeda. Mereka seakan-akan belum nyaman jika dalam menulis artikel belum menambahkan pemikiran-pemikiran para filsuf dunia yang terkenal.
Filsafat bagi jurnalis sesungguhnya bukan hal yang asing bagi mereka. Banyak jurnalis-jurnalis yang dalam menulis artikel mereka sering kali mencuplik pemikiran-pemikiran para filsuf terkenal dalam menulis berita. Sering kali pembaca awam yang tidak menyukai filsafat menjadi tahu dan paham filsafat jika membaca artikel-artikel jurnalis yang dalam menuangkan tulisannya sering kali berfilsafat. Dalam menulis mereka tidak langsung memasukkan unsur-unsur filsafat dalam tulisan mereka, namun mereka menuangkannya dalam kenyataan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Jurnalis-jurnalis seperti inilah yang dewasa ini jarang sekali kita temui dalam membaca sebuah berita.
Filsafat dalam jurnalisme bagi media dewasa ini bukanlah suatu hal yang asing lagi. Dalam penulisan sebuah berita biasanya jurnalis-jurnalis yang idealis selalu berfilsafat dalam menulis artikel. Bagi mereka pemikiran-pemikiran para filsuf ini layak untuk diketahui oleh masyarakat luas sehingga tidak terlintas lagi dalam pikiran masyarakat bahwa filsafat merupakan hal yang berat untuk diketahui dan dipelajari serta diaplikasikan dalam kegiatan sehari-hari. Saat ini bukanlah hal yang tabu bagi para jurnalis untuk memasukkan filsafat dalam penulisan berita. Bahkan, jurnalis-jurnalis yang tetap berpendirian teguh pada idealisme mereka dan berfilsafat dalam menulis artikel selalu ditunggu-tunggu artikelnya oleh para pembaca setia artikelnya. Semoga saja idealisme jurnalis-jurnalis ini membuka pemikiran para redaktur yang masih saja mengedepankan oplah dalam pemberitaan ketimbang idealisme dalam penulisan jurnalis sehingga banyak ditemui jurnalis-jurnalis idealis yang berfilsafat dalam menulis dan membuka wawasan para pembacanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar