Sabtu, 03 Januari 2009

Peran Ilmu Komunikasi dalam Mengatasi Tawuran Antar Mahasiswa

Abstrak

Tawuran antar mahasiswa terkait dengan kurang matangnya kerangka berpikir seorang mahasiswa. Dalam mengatasi persoalan yang dialami temannya, mahasiswa sering kali tidak mau berpikir logis dan jernih dan sering mengedepankan emosi yang mengatasnamakan kesetiakawanan. Pemahaman keliru yang sudah tertanam di bawah sadar pikiran mahasiswa ini perlahan-lahan mengubah pandangan masyarakat yang mengira mahasiswa sebagai kaum intelektual muda yang merupakan generasi penerus bangsa menjadi seorang preman yang berpindah tempat di kampus dan mengenyam pendidikan tinggi sehingga mahasiswa mendapat stigma negatif dari masyarakat.
Tanggapan negatif sebagian besar masyarakat mengenai mahasiswa perlu diluruskan. Peran media yang membentuk opini masyarakat terhadap mahasiswa juga perlu mendapat perhatian dari mahasiswa yang sudah terlanjur mendapat stereotip negatif dari masyarakat. Selain berusaha keras meyakinkan masyarakat bahwa tidak semua mahasiswa berperilaku tidak dewasa, mahasiswa juga perlu memperhatikan media agar dapat memberitakan semua hal yang berhubungan dengan mahasiswa secara berimbang dan obyektif. Mahasiswa perlu menyadari pemberitaan negatif media terhadap mahasiswa berperan besar terhadap citra mahasiswa.
Ilmu komunikasi sebagai salah satu bagian dari pendidikan tinggi perlu menjembatani antara mahasiswa dengan masyarakat. Selain itu, ilmu komunikasi juga aktif berperan dalam mengatasi berbagai macam persoalan yang dialami mahasiswa sehingga ke depannya tawuran antar mahasiswa tidak terjadi kembali. Sedemikian besarnya peran ilmu komunikasi ini dalam menjaga dan mengawasi tingkah laku mahasiswa sehingga masyarakat perlu memberikan apresiasi yang besar terhadap disiplin ilmu ini.


Pendahuluan

Pendidikan tinggi merupakan wujud nyata dari upaya pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Kepedulian pemerintah terhadap pendidikan tinggi ini terealisasi dari banyaknya perguruan tinggi negeri maupun swasta yang berdiri dari Sabang sampai Merauke. Masyarakat luas diberi kesempatan untuk mengenyam pendidikan tinggi setelah menyelesaikan pendidikan tingkat atas. Terbukanya kesempatan bagi masyarakat ini mendorong sebagian besar masyarakat untuk dapat ikut ambil bagian dalam pendidikan tinggi.
Anggota masyarakat yang memperoleh kesempatan untuk mengenyam bangku perkuliahan ini kemudian oleh anggota masyarakat lainnya kemudian disebut mahasiswa. Di pundak mahasiswa inilah harapan sebagian besar masyarakat Indonesia berada. Mahasiswa diharapkan dapat menjadi penerus bangsa yang dapat membawa Indonesia bangkit dari keterpurukan yang sudah lama mendera bangsa Indonesia. Mahasiswa diharapkan menjadi pembawa perubahan bangsa dari bangsa yang dipandang sebelah mata oleh negara lain menjadi bangsa yang disegani dan dihormati oleh bangsa negara lain.
Besarnya harapan masyarakat terhadap mahasiswa menjadi beban tidak ringan yang mau tidak mau harus ditanggung oleh mahasiswa. Di tengah besarnya harapan masyarakat terhadap mahasiswa lain, muncul globalisasi yang membawa kapitalisasi ke Indonesia. Arus globalisasi ini juga menyentuh kehidupan mahasiswa. Biaya pendidikan yang semakin tinggi ditengarai menjadi akibat negatif dari globalisasi. Selain itu, mahasiswa juga dihadapkan pada pilihan yang sulit: ikut terjerumus dalam buaian kehidupan hedonisme atau tetap setia kepada idealisme berpikirnya yang tetap memegang teguh nilai-nilai luhur bangsa.
Mahasiswa pun semakin bingung dalam menentukan sikap. Di tengah biaya pendidikan tinggi yang semakin mahal mahasiswa tetap diharuskan oleh orang tuanya untuk dapat menyelesaikan kuliahnya tepat waktu. Namun, di sisi lain godaan dari kapitalisme dalam bentuk budaya konsumerisme semakin kuat merayu mahasiswa. Mahasiswa yang tidak memiliki pendirian yang teguh kemudian semakin terjatuh ke dalam lubang yang semakin dalam yang berakibat pada salahnya mahasiswa dalam bergaul. Pergaulan yang salah dapat membawa mahasiswa terjatuh ke dalam lubang yang semakin dalam. Narkoba, seks bebas, konsumerisme melekat erat pada mahasiswa yang salah pergaulan. Dalam lingkup yang lebih luas mahasiswa juga dapat terlibat pada tawuran mahasiswa yang mengatasnamakan kesetiakawanan. Permasalahan yang pada mulanya bersumber pada perselisihan antara beberapa mahasiswa meluas menjadi perselisihan mahasiswa antar kampus atau yang dikenal dengan tawuran mahasiswa.


Kematangan Pola Pikir Mahasiswa


Mahasiswa identik dengan sekumpulan orang yang memiliki kecerdasan intelektual yang tinggi dan selalu berpikir rasional ketika menghadapi dan menyelesaikan persoalan. Masyarakat beranggapan demikian dikarenakan tidak semua orang dapat memperoleh kesempatan untuk mengenyam bangku perhuruan tinggi. Faktor biaya untuk mengenyam bangku perkuliahan yang semakin tidak terjangkau masyarakat terutama masyarakat menengah ke bawah menjadi alasan utama mengapa tidak semua anggota masyarakat dapat mengenyam pendidikan tinggi.
Globalisasi yang membawa kapitalisme membuat biaya pendidikan tinggi di Indonesia semakin mahal. Di tengah mahalnya biaya pendidikan tinggi di Indonesia, mahasiswa juga dituntut untuk tetap idealis. Mahasiswa juga mulai terbujuk oleh rayuan budaya konsumtif yang terlihat dengan jelas. Banyaknya kafe, mall, FO (factory outlet), dan diskotik menjadi pertanda bahwa kapitalisme menanamkan pengaruhnya ke dalam pikiran mahasiswa. Banyaknya pengunjung mahasiswa ke tempat-tempat itu menjadi pertanda bahwa mahasiswa mulai terpengaruh budaya konsumerisme.
Dalam perkembangannya, narkoba, seks bebas, kemudian pergaulan yang salah membawa mahasiswa kehilangan rasionya dalam berpikir, kehilangan intuisinya sebagai mahasiswa, dan dampak yang lebih parah adalah mahasiswa lupa dengan identitasnya sebagai kaum terpelajar. Banyaknya kasus tawuran antar mahasiswa menjadi contoh yang jelas tentang betapa mahasiswa sekarang seakan kehilangan jati dirinya. Mahasiswa yang menjadi generasi penerus bangsa tidak menyadari beban yang berada di pundaknya, yakni besarnya harapan masyarakat kepada mahasiswa sebagai agen pembawa perubahan sehingga dapat membawa bangsa Indonesia lepas dari keterpurukan dan dapat membawa bangsanya bangkit dan disegani oleh bangsa lain.
Tidak lepas dari ingatan kita tentang seringnya mahasiswa tawuran. Dipicu oleh persoalan sepele, namun persoalan tersebut lambat laun berubah menjadi persoalan yang besar. Coleman (2008:268) menyatakan, “Sebuah kelompok yang terlibat dalam tindakan bersama yang tak satupun anggotanya akan melakukannya sendirian.” Salahnya pergaulan mahasiswa dan pemahaman mahasiswa mengenai makna kesetiakawanan dituding menjadi penyebab utama seringnya terjadi tawuran antar mahasiswa. Biasanya, tawuran mahasiswa diawali oleh permasalahan yang dialami oleh salah seorang anggota kelompok yang berselisih dengan anggota kelompok lain. Karena terdorong oleh kesetiakawanan, anggota yang lainnya kemudian membantu temannya yang berselisih tersebut dan kemudian menuntut pertanggungjawaban kepada anggota kelompok lainnya. Sayangnya, di pihak lain anggota kelompok lain juga memiliki pemikiran yang sama sehingga permasalahan tesebut kemudian berkembang menjadi permasalahan antar kelompok sehingga terjadilah perselisihan yang kemudian berkembang menjadi tawuran.
Kasus tawuran antar mahasiswa yang baru-baru ini terjadi adalah kasus tawuran yang melibatkan mahasiswa Universitas Kristen Indonesia (UKI) dan Universitas Persada Yayasan Akuntansi Indonesia (YAI) di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Selasa (14/10) siang. Penyebab tawuran antara mahasiswa UKI dengan mahasiswa YAI itu sepele, yakni balas dendam. Persoalan yang seharusnya bisa diselesaikan melalui jalan damai justru diselesaikan melalui kekerasan yang menganggu pengguna jalan dan merugikan masyarakat.
Citra mahasiswa sebagai kaum intelektual pun tercoreng karena seringnya terjadi tawuran antar mahasiswa antar almamater. Tidak hanya antar almamater sering terjadi tawuran, bahkan dalam satu almamater pun pernah terjadi tawuran antar mahasiswa seperti yang pernah terjadi di Universitas Sam Ratulangi, Sulawesi Utara yang melibatkan mahasiswa fakultas teknik dengan mahasiswa fakultas hukum. Kejadian memalukan yang seharusnya dapat dihindari karena dapat menyebabkan tercorengnya citra mahasiswa dan almamater justru dilakukan karena mengedepankan kesetiakawanan dan emosi semata.
Kekerasan di kalangan mahasiswa terjadi tidak hanya akhir-akhir ini. Kegiatan OSPEK yang seharusnya digunakan untuk mengenalkan dunia kampus kepada mahasiswa baru justru disisipi dengan kegiatan fisik yang tidak berhubungan sama sekali dengan inti dari kegiatan ospek. Parahnya, kekerasan dalam ospek diwariskan dari satu angkatan ke angkatan di bawahnya karena alasan yang sepele, yakni balas dendam. Sebuah lingkungan umum melahirkan sistem kepercayaan bersama (Coleman, 2008:227). Munculnya kekerasan dalam kegiatan ospek memunculkan efek negatif lain, yakni munculnya kelompok-kelompok dalam mahasiswa yang berpotensi pada munculnya tawuran antar mahasiswa. Di sinilah pola pikir mahasiswa seharusnya memegang peranan penting untuk menjaga agar tidak timbul kekerasan dalam kegiatan ospek.


Media Sebagai Pembentuk Opini Masyarakat


Globalisasi berperan penting dalam perkembangan kehidupan manusia. Semakin majunya peradaban manusia dan semakin banyaknya alat yang yang ditemukan untuk membantu manuia dalam beraktivitas membuat manusia dapat melakukan banyak aktivitas dalam waktu yang hampir bersamaan. Dewasa ini, media berkembang semakin maju dan canggih. Di dunia ini hampir semua orang bergantung kepada media untuk mendapatkan informasi. Surat kabar, radio, televisi, dan internet merupakan media yang berperan sebagai media penyampai informasi. Orang dapat melakukan kegiatan lainnya, misalnya memasak sambil mengikuti perkembangan dunia melalui internet. Severin & Tankard Jr (2005:4) mengatakan, “Apa pun bentuknya, komunikasi massa akan terus menerus berperan penting dalam kehidupan kita.”
Dalam pemberitaan kasus tawuran mahasiswa, media berperan penting dalam membentuk opini masyarakat. Masyarakat yang tidak melihat secara langsung kejadian yang berlangsung karena jarak, ruang, dan waktu dapat mengetahui suatu peristiwa tersebut sedang atau telah terjadi melalui berbagai media. Beberapa media yang beruntung karena ketika peristiwa sedang berlangsung berada di tempat kejadian menyiarkan peristiwa itu secara langsung ke penjuru tanah air hanya dalam hitungan menit. Perkembangan media yang semakin pesat memungkinkan masyarakat untuk memberikan komentar mengenai kejadian yang baru saja diketahuinya. Di sinilah opini masyarakat terbentuk melalui berbagai forum terutama melalui internet yang memungkinkan masyarakat mengomentari kejadian hanya beberapa saat setelah mengetahui peristiwa yang baru saja terjadi,
Media memiliki berbagai fungsi, yakni fungsi informasi, fungsi pendidikan, dan fungsi mempengaruhi. Dalam konteks permasalahan mengenai maraknya tawuran antar mahasiswa, media memerankan peranannya untuk meyakinkan dan mempengaruhi masyarakat umum. Usaha untuk melakukan persuasi, kita pusatkan pada upaya mengubah atau memperkuat sikap atau kepercayaan khalayak agar mereka bertindak dengan cara tertentu (Ardianto, Komala, & Karlinah 2007:20). Media berperan penting mengubah pandangan masyarakat terhadap sesuatu yang terjadi di tengah masyarakat. Ketika peristiwa tawuran antar mahasiswa terulang kembali, opini masyarakat yang terbentuk adalah mereka menyanyangkan dan menilai tindakan yang dilakukan mahasiswa yang notabene merupakan generasi penerus bangsa sebagi tindakan yang kekanak-kanakan dan tidak pantas dilakukan oleh kaum terpelajar.
Fungsi media sebagai pembentuk opini masyarakat dengan meyakinkan masyarakat berhasil dijalankan oleh media dengan baik. Dalam berbagai kesempatan mengemuka kembali keraguan masyarakat mengenai ketegasan pemerintah dalam menangani dan mencegah supaya kasus tawuran mahasiswa tidak terulang kembali. Pemerintah seakan melakukan pembiaran dan pengalihan perhatian masyarakat yang semula tertuju kepada krisis ekonomi dunia ke topik tawuran mahasiswa. Beberapa media bahkan menggunakan analisisnya untuk menghubungkan antara tawuran mahasiswa sebagai upaya pemerintah untuk mengalihkan perhatian masyarakat yang khawatir mengenai dampak krisis ekonomi global yang imbasnya dapat sampai ke Indonesia.
Tawuran mahasiswa yang pada awalnya hanya sebagai sebuah peristiwa biasa karena media ikut andil dalam memberitakannya, persoalan ini berkembang menjadi persoalan nasional. Beberapa media terutama surat kabar menempatkan berita ini sebagai headline. Bahkan beberapa surat kabar juga mengambil topik tawuran mahasiswa dalam editorialnya. Di televisi dan radio berita ini juga menempati top news. Tawuran mahasiswa seakan menjadi bintang pekan itu. Pemberitaan mengenai tindak lanjut pemerintah dalam menangani kasus itu menjadi berita yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat di penjuru tanah air. Tanggapan para pemerhati pendidikan, pakar kriminal, tokoh masyarakat, politisi, personel kepolisian, dan masyarakat awam tidak henti-hentinya menghiasi berbagai media. Pelaku media pun tanggap dalam menggarap kasus tawuran remaja sebagai pendongkrak popularitas media mereka dengan mengadakan berbagai macam diskusi, forum, bahkan survey untuk menarik minat masyarakat.
Masyarakat dihadapkan pada kenyataan bahwa kaum intelektual di Indonesia saat ini sering melakukan berbagai tindakan kekerasan. Melalui media yang menyiarkan informasi tersebut mereka mengetahui berbagai macam tindakan kekerasan yang dilakukan oleh mahasiswa. Kekerasan yang dilakukan oleh praja Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) hingga tawuran antar mahasiswa yang terjadi di seluruh penjuru Indonesia. Publik terkejut ketika mengetahui mahasiswa yang mengenyam bangku pendidikan tinggi, tingkat intelektual mereka juga tinggi, dan memiliki daya analisis yang mumpuni ternyata kecerdasan emosionalnya berbanding terbalik dengan anggapan tentang mahasiswa yang serba positif. Mahasiswa seakan lebih mengedepankan kekuatan dan emosinya ketimbang menyelesaikan dengan kepala dingin persoalan-persoalan yang seharusnya bisa diselesaikan tanpa mengikutsertakan kekerasan. Yang terjadi adalah mahasiswa mendapat stigma negatif dari masyarakat dan butuh waktu lama untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa yang mampu diandalkan untuk menjadi pemimpin masa depan bangsa.
Disadari atau tidak dalam melakukan pemberitaan, media cenderung berlebihan dalam menyiarkan berita mengenai tawuran mahasiswa. Media terutama media audio visual tidak melakukan sensor yang ketat dalam menayangkan adegan-adegan kekerasan yang dapat ditiru oleh anak di bawah umur. Media melakukan pelanggaran terhadap pasal 36 ayat 5b Undang-Undang Republik Indonesia No.32 tahun 2002 tentang Penyiaran yang berbunyi, “Isi siaran dilarang menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalahgunaan narkotika, dan obat terlarang.” (Ardianto, Komala, & Karlinah 2007:246). Persoalan ini menjadi pekerjaan rumah bagi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk memberikan teguran kepada pemilik media audio visual agar di masa mendatang tidak menayangkan adegan kekerasan yang dapat ditiru oleh anak kecil yang ketika menonton televisi tidak mendapat perhatian dan penjelasan yang memadai dari orang tuanya.


Solusi Mengatasi Persoalan Tawuran Mahasiswa


Persoalan tawuran mahasiswa yang sering terjadi membutuhkan penanganan yang serius dari berbagai pihak. Mahasiswa, perguruan tinggi, orang tua, pemerintah, dan masyarakat umum harus ambil bagian dalam mengatasi permasalahan ini. Sistem pendidikan yang perlahan-lahan berubah menjadi kapitalis harus kembali diubah menjadi sistem pendidikan yang mengedepankan humaniora yang lebih menghargai harkat dan martabat manusia. Mahasiswa juga dituntut supaya lebih pandai dalam mengatur emosinya sehingga tidak mudah terpancing ke dalam konflik yang berujung pada tindak kekerasan.
Salah satu bentuk komunikasi yang paling mendasar adalah persuasi (Severin & Tankard Jr., 2005:177). Jika dalam media persuasi berguna untuk meyakinkan masyarakat serta untuk membuat publik berpendapat, maka di dalam ilmu komunikasi persuasi bermanfaat untuk mencegah tawuran remaja agar tidak terjadi. Pendekatan dengan cara persuasi dirasa lebih efektif dalam mencegah terjadinya suatu masalah dibandingkan mengatasi persoalan tersebut dengan kekerasan. Maka, sangatlah tepat tindakan kepolisian yang menjadi mediator dan mempertemukan kedua rektor perguruan tinggi yang bertikai sehingga kedua rektor itu dapat menenangkan para mahasiswanya dan menahannya agar tidak kembali turun ke jalan dan berbuat anarkis yang merugikan kepentingan umum.
Para pemimpin kampus juga harus aktif berkomunikasi dengan mahasiswanya. Rektor yang aktif membina dan membimbing para mahasiswanya memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap kemungkinan terjadinya tawuran antar mahasiswa. Mahasiswa yang diperhatikan oleh almamaternya cenderung segan untuk melakukan kekerasan dan lebih mengedepankan logika dan menganalisis segala persoalan yang dihadapinya sehingga tidak terpancing untuk mengedepankan emosi dan kekerasan dalam menyelesaikan persoalan. Para pimpinan kampus juga harus menyusun kurikulum yang lebih humanistik dan meninggalkan kurikulum yang bergaya kapitalis supaya dapat membentuk mahasiswa yang lebih menghargai hak dan kewajiban orang lain serta dapat menggugah kesadaran mahasiswa akan hakikatnya sebagai manusia.
Lembaga-lembaga mahasiswa harus aktif dan intens memantau perkembangan para anggotanya. Komunikasi yang baik antara mahasiswa dengan lembaga mahasiswa yang menaunginya menjadi sarana pencegahan terjadinya tawuran antar mahasiswa yang efektif. Sebagian kesulitan komunikasi berasal dari fakta bahwa kelompok-kelompok budaya atau subkultur-subkultur dalam suatu budaya mempunyai perangkat norma yang berbeda (Mulyana, 2007:7). Lembaga-lembaga mahasiswa harus dapat menjembatani perbedaan-perbedaan yang ada dalam mahasiswa anggotanya, seperti perbedaan suku, agama, ras, asal daerah, dan warna kulit agar tidak terjadi konflik yang pada lingkup yang lebih luas dapat memicu terjadinya tawuran antar mahasiswa hanya karena perbedaan-perbedaan tersebut.
Para dekan juga harus aktif bekerja sama dengan dekan fakultas lain untuk meningkatkan solidaritas dan kekompakan fakultas yang berada pada naungan satu almamater. Kerja sama ini perlu untuk meningkatkan prestasi perguruan tinggi sehingga citra perguruan tinggi dapat terangkat sebagai perguruan tinggi yang melahirkan kaum intelektual muda yang siap menjadi penerus bangsa. Pada lingkup yang lebih kecil kerja sama ini perlu untuk meningkatkan hubungan antar mahasiswanya sehingga tidak muncul kesan eksklusivisme mahasiswa suatu fakultas yang tidak mau berbaur dengan mahasiswa fakultas lain meskipun berada dalam satu almamater. Membangun komunikasi mahasiswa antar fakultas dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti mengadakan pertemuan antar fakultas atau mengadakan pendidikan dan latihan yang melibatkan mahasiswa antar fakultas.
Dalam lingkup yang lebih kecil dari fakultas, yakni jurusan, komunikasi intensif antar jurusan diperlukan untuk mencegah timbulnya kesan eksklusif pada suatu jurusan yang mahasiswanya tidak mau berinteraksi dengan mahasiswa jurusan lain. Meskipun berada dalam satu fakultas, sering kali kita temui bahwa mahasiswa antar jurusan tidak saling mengenal. Bahkan ada anggapan mahasiswa jurusan tertentu tidak mau berbaur dengan mahasiswa jurusan lainnya karena merasa jurusan yang menaunginya jurusan yang lebih favorit daripada jurusan lain. Pandangan-pandangan semacam inilah yang memunculkan sentimen-sentimen tertentu yang pada akhirnya dapat memicu terjadinya tawuran antar mahasiswa. Pimpinan fakultas harus tanggap dan mengatasi persoalan ini dengan cara sering mempertemukan mahasiswa lintas jurusan dalam satu kesempatan untuk berkumpul bersama dan berkomunikasi secara intensif untuk mengatasi persoalan beda jurusan ini.
Yang terpenting adalah kesadaran dari masing-masing mahasiswa untuk berpikir dewasa dalam menyikapi setiap persoalan. Mahasiswa harus menyadari bahwa di pundak dirinyalah harapan masyarakat bergantung. Mereka juga harus menyadari bahwa dirinyalah generasi penerus bangsa yang kelak akan menjadi pemimpin bangsa menggantikan pemimpin bangsa saat ini. Kesadaran ini penting untuk membuat mahasiswa memahami betapa besar harapan bangsa akan dirinya sebagai pembawa perubahan dan membawa bangsa ini bangkit dari keterpurukan supaya dapat disegani kembali oleh bangsa lain dan tidak dipandang sebelah mata seperti saat ini. Kedewasaan dalam berpikir serta logika yang jernih diperlukan mahasiswa supaya dapat mengatasi segala persoalan yang dihadapinya sehingga dapat mencegah munculnya tawuran mahasiswa hanya karena pemahaman yang salah mengenai kesetiakawanan dan ketidakmampuan mahasiswa untuk mengatur emosinya.


Kesimpulan


Dari wacana di atas dapat disimpulkan bahwa ilmu komunikasi mempunyai peranan yang penting dalam mencegah agar tawuran antar mahasiswa tidak terjadi kembali. Mahasiswa tidak boleh terjebak kepada pemahaman yang keliru mengenai kesetiakawanan dan tidak mengandalkan kekerasan untuk mengatasi masalah. Selain itu, semua pihak, seperti pihak pemerintah, perguruan tinggi, orang tua mahasiswa, dan mahasiswa itu sendiri berperan penting dalam mencegah dan mengantisipasi agar tidak terjadi kembali tawuran antar mahasiswa dengan cara intensif melakukan tindakan komunikasi yang paling mendasar, yakni tindakan-tindakan persuasif. Tindakan persuasive ini dapat dilakukan dari peranan media sebagai salah satu aplikasi dari ilmu komunikasi dalam melakukan pemberitaan juga harus lebih obyektif dan tidak berlebihan ketika meliput dan mewartakan peristiwa tawuran antar mahasiswa.










Daftar Pustaka
Sumber Buku:
Ardianto, Elvinaro, Lukiati Komala, dan Siti Karlinah. 2007. Komunikasi Massa.
Bandung:Simbiosa Rekatama Media.
Coleman, James S. 2008. Dasar-Dasar Teori Sosial. Bandung:Nusa Media.
Mulyana, Deddy. 2007. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung:PT Remaja Rosdakarya.
Severin, Werner J. dan James W. Tankard Jr. 2005. Teori Komunikasi Sejarah, Metode, dan
Terapan di Dalam Media Massa. Jakarta:Prenada Media.

Sumber Internet:

Idham. Tawuran Mahasiswa? Diakses 23 Oktober 2008, terarsip di:
http://www.gp-ansor.org/?p=4299
http://www.kompas.com/read/xml/2008/10/14/12585649/tawuran.mahasiswa.kembali.meledak.di.salemba
http://www.news.okezone.com/index.php/ReadStory/2008/10/14/1/153775/tawuran-mahasiswa-yai-uki-diduga-karena-balas-dendam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar